Alatpengukur suhu udara ada 4 macam antara lain : Termometer bola kering Termometer bola basah. Termometer maksimum Termometer minimum. Alat pengukur suhu udara dipengaruhi langsung oleh matahari Oleh Karena itu alat-alat tersebut harus ditempatakan pada tempat tertentu yaitu pada sangkar meteorology. a. 1Menambah pengetahuan kita tentang penyebab dari kerusakan jalan. 2.Menambah pengetahuan kita tentang dampak-dampak dari kerusakan jalan. 3.Mengetahui apa yang seharusnya dilakukan oleh stakeholder dalam perbaikan jalan. 4.Mampu membuat kebijakan yang dapat menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah. TujuanPembelajaran : 1. Menjelaskan tahap‐tahap penambangan bahan galian secara umum. 2. Menjelaskan tahap prospeksi bahan galian sebagai tahapan awal dari serangkaian proses. panjang dalam industri pertambangan. 3. Menjelaskan tahap eksplorasi bahan galian sebagai aplikasi ilmu geologi dalam industri. pertambangan. Denganmengkombinasikan status kemiskinan dengan status pekerja, konsep dari pekerja miskin tergambarkan. Hal ini bertujuan untuk mengukur berapa bekerja dan tidak bekerja yang hidup dalam kemiskinan. BPS: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kor. 1. Wilayah Administrasi: nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. 2. Jenis kelamin. 3. Kelompok mengenaicontingency plan pada pelayaran sebagai pola dan sistem dalam menghadapi cuaca buruk di kapal. 2.1 Definisi 2.1.1Contingency Plan Menurut (Suryo Guritno 2017). Contigency Plan merupakan suatu system atau progam kerja dalam rangkaian partisipasinya dan penanggulangan keadaan darurat dikapal yang didasarkan pola terpadu yang Sepertijika sedang terjadi perubahan iklim, laki-laki dan perempuan nelayan di Nusaniwe harus mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Bagi nelayan di Nusaniwe, musim Timur, gelombang laut yang dasyat, maka membuat laki-laki nelayan mencari di darat sebagai tukang batu, kuli bangunan, atau menjadi petani di kebun. . Accidents in construction project often occur, especially in the construction world. Safety climate plays an important role in the success of a project. By using a literature study, this article aims to find out what factors affect climate. This study uses 14 journals and consists of 17 articles that focus on the climate of work safety. The results showed that 13 factors were generated which were categorized into physical and non-physical. Physical factors that influence are physical fatigues, low adaptability, motor skills, leadership management, systematic work preparation, safety behaviour and injuries. Meanwhile, non-physical consisted of 5 factors organizational climate, emotional stress, psychological conflict, personality, intelligence and motivation, psychosocial conditions. For further research, factor analysis will be carried out regarding the factors that have been found by surveying construction workers in Indonesia. The association of these factors with the safety climate can also be found. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Studi Faktor Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja dalam Proyek Konstruksi Diah Listyaningsih1*, Feri Harianto1, Rahma Saraswati1 1Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Email *diahlistya Abstract Accidents in construction project often occur, especially in the construction world. Safety climate plays an important role in the success of a project. By using a literature study, this article aims to find out what factors affect climate. This study uses 14 journals and consists of 17 articles that focus on the climate of work safety. The results showed that 13 factors were generated which were categorized into physical and non-physical. Physical factors that influence are physical fatigues, low adaptability, motor skills, leadership management, systematic work preparation, safety behaviour and injuries. Meanwhile, non-physical consisted of 5 factors organizational climate, emotional stress, psychological conflict, personality, intelligence and motivation, psychosocial conditions. For further research, factor analysis will be carried out regarding the factors that have been found by surveying construction workers in Indonesia. The association of these factors with the safety climate can also be found. Keywords Construction, Occupational Health and Safety, Safety climate Abstrak Kecelakaan kerja sering terjadi terutama di dunia konstruksi. Iklim Keselamatan Kerja berperan pernting terhadap keberhasilah suatu proyek. Dengan menggunakan studi literatur, artikel ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap iklim Dalam penelitian ini digunakan metode studi literatur. Penelitian ini menggunakan 14 jurnal dan terdiri dari 17 artikel yang berfokus pada Iklim Keselamatan Kerja. Hasilnya didapatkan 13 faktor yang dihasilkan yang dikategorikan menjadi fisik dan non fisik. Faktor fisik yang mempengaruhi adalah korban, rendahnya kemampuan beradaptasi, keterampilan motoris, manajemen kepemimpinan, persiapan Kerja yang sistematis, perilaku keselamatan dan cedera. Sedangkan untuk non fisik terdiri dari 5 faktor iklim organisasi, tekanan emosi, konflik kejiwaan, kepribadian, intelegensi dan motivasi, kondisi psikososial. Untuk penelitian selanjutnya akan dilakukan analisis faktor mengenai faktor-faktor yang sudah ditemukan dengan melakukan survei pekerja Konstruksi di Indonesia. Hubungan mengenai faktor tersebut dengan iklim keselamatan juga dapat ditemukan. Keywords Iklim Keselamatan Kerja, K3, Konstruksi 1. Pendahuluan Sektor Konstruksi mempunyai risiko tinggi dalam kecelakanan pada tahap pelaksanaannya. Beberapa perusahaan yang tidak menerapkan sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja K3 disebabkan karena sebagian besar pelaku konstruksi masih berfikir bahwa K3 akan meningkatkan biaya proyek konstruksi. Iklim Keselamatan Kerja mempengaruhi pengetahuan, motivasi, kepatuhan dan partisipasi individu [1]. Selain itu, iklim keselamatan kerja dan kepribadian big five juga berpengaruh terhadap perilaku keselamatan karyawan [2]. Kecelakaan kerja memiliki korban jiwa yang signifikan dan berdampak negatif terhadap beberapa sub bidang dalam Konstruksi, seperti produktivitas perusahaan, keuangan, dan lain-lain. Studi yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh interaksi manajemen keselamatan dan penyebab iklim keselamatan terhadap kinerja Keselamatan dilakukan dengan menguji model yang diusulkan menggunakan kuadrat terkecil parsial [3]. Temuan menunjukkan bahwa sistem manajemen keselamatan memiliki efek positif pada kinerja keselamatan. Selanjutnya, interaksi insentif keselamatan, keterlibatan subkontraktor, dan akuntabilitas keselamatan dengan sistem manajemen keselamatan memiliki efek positif yang signifikan terhadap kinerja keselamatan. Oleh karena itu, agar berhasil menerapkan sistem 140 Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No 2, November 2020 139–144 manajemen keselamatan dan meningkatkan kinerja keselamatan, perusahaan konstruksi perlu memberikan insentif keselamatan dan menghubungkannya ke semua aspek sistem manajemen keselamatan mereka, melibatkan subkontraktor dalam pertemuan dan pelatihan keselamatan, serta memberikan tanggung jawab dan wewenang kepada siapa pun yang terlibat. dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Iklim Keselamatan berpengaruh terhadap perilaku risiko dimana ketika tekanan produksi rendah, maka pengaruh komitmen manajemen terhadap keselamatan perilaku berisiko rendah begitu juga sebaliknya [5]. Temuan ini menyoroti pentingnya komitmen manajerial yang merupakan dimensi dalam iklim Keselamatan dalam konteks di mana karyawan mengalami ketegangan antara tenggat waktu produksi dan prosedur Keselamatan. Iklim Keselamatan kerja sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tekanan emosi, kelelahan fisik, konflik kejiwaan, kurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, kepribadian, intelegensi dan motivasi serta kurangnya keterampilan sensoris dan motoris [6]. Dengan mengeksplore sebuah model, ditemukan bahwa iklim Keselamatan Kerja dipengaruhi oleh keamanan kepemimpinan dan iklim Keselamatan Kerja sendiri mempengaruhi motivasi Keselamatan Kerja [9]. Iklim Keselamatan Kerja dan pengalaman personal berpengaruh juga terhadap kepatuhan pada peraturan Keselamatan [10]. Dalam penelitian lain disebutkan bahwa peranan seorang pemimpin seperti supervisor atau mandor sangat berpengaruh terhadap iklim Keselamatan Kerja [11]. Dengan melakukan survei kepada serratus empat belas bekerja dari sembilan kontraktor yang berbeda, menunjukkan tingkat iklim Keselamatan Kerja tingkat grup yang unik. Hasilnya menunjukkan behwa personil baik supervisor maupun mandor memainkan peranan penting dalam membentuk kinerja Keselamatan pada kelompok Kerja subkontrak. Sejalan dengan penelitian Lingard, pengaruh pemimpin melalui gaya kepemimpinannya memiliki hubungan signifikan dengan partisipasi [12]. Pemimpin dapat mendorong partisipasi Keselamatan dengan menggunakan taktik mempengaruhi, berargumen secara rasional, terlibat dalam pengambilan keputusan dan membangkitkan rasa antusiasme untuk Keselamatan. Dalam melakukan pekerjaan Konstruksi tentunya harus ada persiapan yang sangat matang. Dalam siklus hidup proyek disebutkan bahwa siklus hidup proyek mempunyai empat tahap, yaitu defining, planning, excecuting dan closing [13]. Setiap tahapnya harus dipersiapkan dengan baik, karena akan selalu ada pengontrolan atau evaluasi. Rapat persiapan Kerja bisa dilakukan secara berkala, ataupun pada waktu tertentu saat diskusi dan pertemuan dibutuhkan. Misalnya saja pada morning safety talk, biasanya dilakukan di pagi hari sebelum memulai pekerjaan. Begitu juga dengan rapat persiapan pekerjaan yang lain ataupun rapat kemajuan pekerjaan. Rapat persiapan Kerja tersebut diharapkan memiliki efek positif pada nilai Keselamatan di tempat Kerja. Akan tetapi, berlawanan dengan ekspektasi, penelitian yang dilakukan pada enam lokasi Konstruksi besar menghasilkan adanya penurunan Keselamatan Kerja [14]. Seringnya pertemuan Kerja memang sering dapat mendiskusikan beberapa masalah terkait iklim Keselamatan, akan tetapi tergantung bagaimana pertemuan ini dilakukan dan prioritas apa yang disampaikan. Pertemuan tidak selalu membahas hal atau masalah secara efektif, tetapi terkadang juga sering terjadi pembahasan lain di luar permasalahan inti. Hal tersebutlah yang menyebabkan pertemuan tidak memberi pengaruh positif terhadap Keselamatan Kerja. Studi lain membandingkan dan mengukur iklim keselamatan di fasilitas manufaktur kinerja keselamatan tinggi vs. kinerja keselamatan rendah untuk mengidentifikasi area yang paling berdampak untuk mengurangi atau mencegah cedera di tempat kerja. Untuk mencapai tujuan studi, digunakan Kuesioner Iklim Keselamatan Nordik NOSACQ-50 yang terdiri dari 50 item di tujuh dimensi. Sebanyak 116 karyawan operasional di pabrik kertas laminasi di Amerika Serikat dan memiliki struktur operasi yang sama menyelesaikan survei. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang besar pada skor total. Situs berkinerja tinggi memiliki skor NOSACQ-50 yang jauh lebih tinggi daripada situs berkinerja buruk di semua dimensi yaitu pada tiga area fokus komitmen, keterlibatan, dan akuntabilitas [16]. Konseptual model untuk iklim Keselamatan psikologi sendiri sudah dikembangkan dengan melihat perspektif struktural, perseptual, interaktif, dan budaya [17]. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian yang berhubungan dengan perilaku keselamatan kerja pada proyek konstruksi. Listyaningsih Faktor Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja dalam proyek Konstruksi Studi Literatur 141 2. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan 14 jurnal yang berfokus pada Iklim Keselamatan Kerja, diantaranya International Journal of Project Management, Risk Analysis, Accident Analysis and Prevention, Industrial and Systems Engineering Review, Journal of applied social psychology, Individual Behaviour, Jurnal Psikologi, Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Jurnal Manajemen Teknologi, Jurnal Psikologi Mandiri, Safety Science, Children and Youth Services Review, dan Insight Ada tiga tahap yang akan digunakan dalam pemilihan jurnal 1 penggunaan kata kunci, yaitu iklim Keselamatan Kerja dan safety climate; 2 memilih artikel yang berhubungan dengan judul yang dibahas; 3 studi literatur dan mencari faktor yang berpengaruh. Dalam pencarian jurnal, beberapa database yang digunakan antara lain Google Scholar, Science Direct dan researchgate. Tahapan dalam penulisan ini digambarkan pada gambar 1. Gambar 1. Proses literatur review Dari beberapa jurnal tersebut akan dilakukan pemetaan beberapa artikel. Dengan beberapa jurnal dicari kata kunci yang berhubungan dengan Iklim Keselamatan Kerja dan K3. Tabel 1 menampilkan hasil pencarian artikel dalam beberapa jurnal. 3. Hasil dan Pembahasan Dari beberapa artikel yang terpilih, ada beberapa faktor yang berhubungan dengan iklim Keselamatan Kerja seperti ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 1. Hasil pencarian artikel Construction Management and Economics International Journal of Project Management Accident Analysis and Prevention Industrial and Systems Engineering Review Journal of applied social psychology 142 Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No 2, November 2020 139–144 Jurnal Psikologi Teori dan Terapan Jurnal Manajemen Teknologi Children and Youth Services Review Tabel 2. Faktor faktor yang mempengaruhi iklim Keselamatan Kerja Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014 Kurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014 Widyastuti dan Aini 2014; Huda dkk 2016 Kurangnya keterampilan sensoris dan motoris Widyastuti dan Aini 2014 Huda dkk 2016, Lingard dkk. 2010; Clarke dan Ward 2006; Petitta 2017 Persiapan kerja yang sistematis Pousette dan Torner 2016 Pousette dan Torner 2013 Pousette dan Torner 2013 Faktor Fisik Efek moderat lintas level dari individu ke organisasi dari iklim keselamatan dibatasi oleh dimensi budaya keselamatan tertentu, sehingga iklim keselamatan memoderasi hubungan kepatuhan penegakan pengawas hanya di bawah dimensi budaya. Selain itu, dimensi budaya otokrasi dan birokrasi melemahkan hubungan antara penegakan pengawas dan kepatuhan. Hubungan yang kompleks antara budaya keselamatan organisasi dan iklim keselamatan, menunjukkan bahwa organisasi dengan budaya keselamatan tertentu mungkin lebih mungkin untuk mengembangkan iklim keselamatan yang lebih atau kurang positif. Selain itu, kepatuhan keselamatan karyawan adalah fungsi dari kepemimpinan keselamatan pengawas, serta dimensi iklim keselamatan dan budaya keselamatan yang lazim dalam organisasi [4]. Faktor Non Fisik Pengaruh iklim organisasi secara umum pada kinerja keselamatan dimediasi oleh iklim keselamatan, sedangkan iklim keselamatan berpengaruh pada Keselamatan kinerja sebagian dimediasi oleh pengetahuan dan motivasi Keselamatan [1]. Iklim organisasi berhubungan dengan tingkat kepuasan pekerja sehingga mempengaruhi Kerja pekerja dan pekerja untuk stay di dalam suatu perusahaan [18]. Hubungan sebab dan akibat antara kondisi psikososial, iklim keselamatan, dan perilaku Keselamatan diteliti melalui pengumpulan kuesioner dari 289 karyawan di 43 unit pada empat kesempatan selama 21 bulan pembangunan terowongan jalan. Data dianalisis menggunakan dua pendekatan untuk perubahan pemodelan, yaitu model variabel laten autoregresif dan model kurva pertumbuhan multi-level. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi individu tentang iklim keselamatan memberikan efek kausal pada perilaku keselamatan individu, tetapi terdapat juga hubungan terbalik, di mana perilaku keselamatan mempengaruhi iklim keselamatan. Selain itu, persepsi rata-rata Listyaningsih Faktor Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja dalam proyek Konstruksi Studi Literatur 143 unit kerja tentang iklim keselamatan memprediksi pertumbuhan perilaku keselamatan individu tetapi pengaruh ini dimediasi oleh persepsi individu tentang iklim keselamatan. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa kondisi psikososial yang mendukung dalam suatu organisasi mempengaruhi persepsi keselamatan individu tetapi tidak berdampak pada perilaku Keselamatan [15]. Penelitian mengenai cedera dalam bekerja diteliti dan dihasilkan hubungan kuat dengan iklim Keselamatan [7]. Cedera dapat terjadi karena kurangnya kesadaran akan perilaku K3 maupun karena kelelahan psikologi dan fisik. Semakin positif persepsi karyawan terhadap iklim Keselamatan, maka semakin tinggi tingkat kepatuhan karyawan terhadap peraturan Keselamatan Kerja yang ada [8]. 4. Kesimpulan Hasil dari studi adalah terdapat 13 faktor yang ditemukan mempengaruhi iklim Keselamatan Kerja, baik yang berpengaruh positif maupun negatif, dan berpengaruh besar maupun kecil. Kemudian faktor-faktor tersebut dikategorikan lagi ke dalam kategori fisik dan non fisik. Sehingga, dapat diketahui bahwa faktor fisik yang mempengaruhi adalah kelelahan, rendahnya kemampuan beradaptasi, keterampilan sensoris motoris, keamanan kepemimpinan, persiapan Kerja yang sistematis, perilaku Keselamatan dan injury. Sedangkan, untuk non fisik terdiri dari 5 faktor iklim organisasi, tekanan emosi, konflik kejiwaan, kepribadian, intelegensi dan motivasi, kondisi psikososial. Untuk penelitian selanjutnya akan dilakukan analisis faktor mengenai faktor-faktor yang sudah ditemukan dengan melakukan survei ke pekerja Konstruksi di Indonesia. Hubungan mengenai faktor tersebut dengan iklim Keselamatan juga dapat ditemukan. Referensi [1] A. Neal, M. A. Gri, and P. M. Hart, “Neal 2000 SafetySci org climate impact on behav!,” J. Individ. Behav., vol. 34, no. 1, pp. 99–109, 2000. [2] P. Prabarini and F. Suhariadi, “Iklim Keselamatan Kerja dan Big Five Personality Sebagai Prediktor Perilaku Keselamatan Karyawan,” J. Psikol. Teor. dan Terap., vol. 9, no. 1, p. 1, 2018, doi [3] N. K. Kim, N. F. A. Rahim, M. Iranmanesh, and B. Foroughi, “The role of the safety climate in the successful implementation of safety management systems,” Saf. Sci., vol. 118, no. September 2018, pp. 48–56, 2019, doi [4] L. Petitta, T. M. Probst, C. Barbaranelli, and V. Ghezzi, “Disentangling the roles of safety climate and safety culture Multi-level effects on the relationship between supervisor enforcement and safety compliance,” Accid. Anal. Prev., vol. 99, pp. 77–89, 2017, doi [5] J. Bosak, W. J. Coetsee, and S. J. Cullinane, “Safety climate dimensions as predictors for risk behavior,” Accid. Anal. Prev., vol. 55, pp. 256–264, 2013, doi [6] Widyastuti and Aini, “Hubungan antara Iklim Keselamatan Kerja terhadap perilaku berbahaya pada karyawan HUBUNGAN Produksi PT. Perkebunan Nusantara XI Persero PG. Djatirto,” Insight, vol. 10, no. 1, pp. 87–101, 2014. [7] J. M. Beus, S. C. Payne, M. E. Bergman, and W. Arthur, “Safety climate and injuries An examination of theoretical and empirical relationships,” J. Appl. Psychol., vol. 95, no. 4, pp. 713–727, 2010, doi [8] R. E. Sari, “Kepatuhan Peraturan Keselamatan Kerja Sebagai Mediator Pengaruh Iklim Keselamatan Kerja Terhadap Kecenderungan Mengalami Kecelakaan Kerja,” J. Psikol. Mandiri, pp. 81–90, 2014. [9] U. F. Huda, A. Sukmawati, and I. M. Sumertajaya, “Model Perilaku Keselamatan Kerja Karyawan pada Industri Berisiko Tinggi,” J. Manaj. Teknol., vol. 15, no. 1, pp. 51–66, 2016, doi [10] Prihatiningsih and Sugiyanto, “Pengaruh Iklim Keselamatan dan Pengalaman Personal terhadap Kepatuhan pada Peraturan Keselamatan Pekerja konstruksi,” Pengaruh Iklim Keselam. dan Pengalaman Pers. terhadap Kepatuhan pada Peratur. Keselam. Pekerja Konstr., vol. 37, no. 1, pp. 82–93, 2015, doi 144 Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No 2, November 2020 139–144 [11] H. C. Lingard, T. Cooke, and N. Blismas, “Safety climate in conditions of construction subcontracting A multi-level analysis,” Constr. Manag. Econ., vol. 28, no. 8, pp. 813–825, 2010, doi [12] S. Clarke and K. Ward, “The role of leader influence tactics and safety climate in engaging employees’ safety participation,” Risk Anal., vol. 26, no. 5, pp. 1175–1185, 2006, doi [13] Includes the standard for project management. 2017. [14] A. Pousette and M. Törner, “Effects of systematic work preparation meetings on safety climate and psychosocial conditions in the construction industry,” Constr. Manag. Econ., vol. 34, no. 6, pp. 355–365, 2016, doi [15] S. L. TholĂ©n, A. Pousette, and M. Törner, “Causal relations between psychosocial conditions, safety climate and safety behaviour - A multi-level investigation,” Saf. Sci., vol. 55, pp. 62–69, 2013, doi [16] B. Baertschi, S. D. Choi, and K. Ahn, “Safety Climate as an Indicator and Predictor of Safety Performance A Case Study,” Ind. Syst. Eng. Rev., vol. 6, no. 1, pp. 1–9, 2018, doi [17] Y. Shen, M. M. Tuuli, B. Xia, T. Y. Koh, and S. Rowlinson, “Toward a model for forming psychological safety climate in construction project management,” Int. J. Proj. Manag., vol. 33, no. 1, pp. 223–235, 2015, doi [18] Y. Li, H. Huang, and Y. Y. Chen, “Organizational climate, job satisfaction, and turnover in voluntary child welfare workers,” Child. Youth Serv. Rev., vol. 119, p. 105640, 2020, doi ResearchGate has not been able to resolve any citations for this among the child welfare workforce has been linked to workforce demographics, individual-level work attitudes, and organizational conditions. It is relatively understudied how organizational and individual factors may be related to each other in predicting turnover among the voluntary private, non-profit child welfare workforce. The main purpose of this study was to investigate the indirect effects of organizational climate on turnover through voluntary child welfare workers’ job satisfaction. The sample consisted of 849 direct care and clinical workers in 13 voluntary agencies under contract with the public child welfare system in a northeastern state in the United States. Paper-and-pencil surveys were sent out to the agencies. Structural equation modeling was used to examine the relationship between organizational climate, job satisfaction, and turnover intentions. To examine the indirect effects of interest, bias-corrected and accelerated bootstrap confidence intervals based on 20,000 replications were obtained. Results suggested that the effect of organizational climate on intent to leave the agency was fully mediated by job satisfaction ÎČ = SE = 95% CI = [− − while its effect on intent to stay in child welfare was partially mediated ÎČ = SE = 95% CI = [ Voluntary child welfare agencies should consider redirecting their resources and focus on how their efforts into organizational changes may impact workers’ job satisfaction in pay, benefits, and promotion opportunities. Given that job satisfaction has a more immediate effect on turnover, it is worth investing in programs specifically designed to enhance job satisfaction. Limitations of our study and directions for future research are accident rate in Indonesia is still high and likely to increase each year. The most dominant factor which causes accidents to happen in high-risk industries is because of the low behaviour of the workers' safety work. The research was conducted on the employees of LPG Bulk Filling Station SPBE in Bogor Region. The aim of this research is conducted to develop a model of the worker's safety behavior on high-risk industries. Some of the factors that have an influence on the safety behavior, among others safety leadership style, safety climate, job satisfaction, fatigue, and safety motivation. The population of this research is all employees of SPBE ini Bogor region. The samples were taken by using multy stage cluster random sampling technique with two stages. The first stage, SPBE separated by location, and the second, employees is separated by working environment; office and field. A total of 100 questionnaires were distributed, of which 92 were returned and 69 were analyzed. Respondent data were analyzed by SEM-PLS using smart PLS software. The resulting model showed that safety leadership by participating and delegating style has a positive effect on safety climate and workers' safety behaviour. Worker's safety motivation has a positive effect on workers' safety behaviour, and worker's safety motivation affected by the safety climate. Keywords safety climate, safety leadership, safety motivation, safety behaviour, workplace accidentThe nature of construction projects and their delivery exposes participants to accidents and dangers. Safety climate serves as a frame of reference for employees to make sense of safety measures in the workplace and adapt their behaviors. Though safety climate research abounds, fewer efforts are made to investigate the formation of a safety climate. An effort to explore forming psychological safety climate, an operationalization of safety climate at the individual level, is an appropriate starting point. Taking the view that projects are social processes, this paper develops a conceptual framework of forming the psychological safety climate, and provides a preliminary validation. The model suggests that management can create the desired psychological safety climate by efforts from structural, perceptual, interactive, and cultural perspectives. Future empirical research can be built on the model to provide a more comprehensive and coherent picture of the determinants of safety study examines the interactive relationship between three dimensions of safety climate management commitment to safety, priority of safety, and pressure for production, and their impact on risk behavior reported by employees. The sample consisted of 623 employees from a chemical manufacturing organization in South Africa. Hierarchical regression analyses were carried out to test the direct effects and the interaction effect of the three safety climate dimensions on risk behavior. The results showed that, as expected, employees' risk behavior was negatively related to management commitment to safety and priority of safety and positively related to pressure for production. Moreover, as expected, the three-way interaction between management commitment to safety, priority of safety and pressure for production was significant. When pressure for production was high, management commitment to safety was negatively related to risk behavior, regardless of level of priority of safety on plant. When pressure for production was low, the effect of management commitment to safety on risk behavior was nullified under conditions of high, as compared to low priority of safety on plant. These findings highlight the importance of managerial commitment to safety in contexts where employees experience tensions between production deadlines and safety multi-level safety climate model was tested in the Australian construction industry. Subcontracted workers' perceptions of the organizational safety response OSR and supervisor safety response SSR in their own organization and that of the principal contractor were measured using a safety climate survey administered at a large hospital construction project in Melbourne. One hundred and fourteen construction workers completed the survey, representing nine subcontractors engaged at the project. Two requisite conditions for the existence of group-level safety climates, 1 within-group homogeneity; and 2 between-group variation were satisfied for perceptions of subcontractors' OSR and SSR. This supports the contention that subcontractors working in a single construction project exhibit a unique group-level safety climate. Subcontracted workers also discriminated between group-level safety climates the SSR in their own and in the principal contractor's organizations. The results suggest some cross-level influence. Perceptions of the SSR were positively predicted by perceptions of the OSR in both the principal and subcontractor organizations. Perceptions of the OSR of the principal contractor were also a significant predictor of the perceived OSR and SSR in the subcontractor organizations. Perceptions of the subcontractors' SSR were a significant predictor of the rate of lost-time and medical treatment incidents reported by the subcontractor. Although perceptions of the principal contractor's SSR were not directly related to subcontractors' injury rates, they were a significant predictor of subcontractors' SSR, revealing an indirect link. The results suggest that supervisory personnel foremen and leading hands play an important role in shaping safety performance in subcontracted purpose in this study was to meta-analytically address several theoretical and empirical issues regarding the relationships between safety climate and injuries. First, we distinguished between extant safety climate->injury and injury->safety climate relationships for both organizational and psychological safety climates. Second, we examined several potential moderators of these relationships. Meta-analyses revealed that injuries were more predictive of organizational safety climate than safety climate was predictive of injuries. Additionally, the injury->safety climate relationship was stronger for organizational climate than for psychological climate. Moderator analyses revealed that the degree of content contamination in safety climate measures inflated effects, whereas measurement deficiency attenuated effects. Additionally, moderator analyses showed that as the time period over which injuries were assessed lengthened, the safety climate->injury relationship was attenuated. Supplemental meta-analyses of specific safety climate dimensions also revealed that perceived management commitment to safety is the most robust predictor of occupational injuries. Contrary to expectations, the operationalization of injuries did not meaningfully moderate safety climate-injury relationships. Implications and recommendations for future research and practice are increasing attention to contextual effects on the relationship between supervisor enforcement and employee safety compliance, no study has yet explored the conjoint influence exerted simultaneously by organizational safety climate and safety culture. The present study seeks to address this literature shortcoming. We first begin by briefly discussing the theoretical distinctions between safety climate and culture and the rationale for examining these together. Next, using survey data collected from 1342 employees in 32 Italian organizations, we found that employee-level supervisor enforcement, organizational-level safety climate, and autocratic, bureaucratic, and technocratic safety culture dimensions all predicted individual-level safety compliance behaviors. However, the cross-level moderating effect of safety climate was bounded by certain safety culture dimensions, such that safety climate moderated the supervisor enforcement-compliance relationship only under the clan-patronage culture dimension. Additionally, the autocratic and bureaucratic culture dimensions attenuated the relationship between supervisor enforcement and compliance. Finally, when testing the effects of technocratic safety culture and cooperative safety culture, neither safety culture nor climate moderated the relationship between supervisor enforcement and safety compliance. The results suggest a complex relationship between organizational safety culture and safety climate, indicating that organizations with particular safety cultures may be more likely to develop more or less positive safety climates. Moreover, employee safety compliance is a function of supervisor safety leadership, as well as the safety climate and safety culture dimensions prevalent within the aim of this study was to evaluate the effect of an intervention comprising education and support in performing frequent and structured work preparation meetings with broad participation. Such work preparation meetings were expected to have positive effects on safety climate by emphasizing the value of safety at the work site, and on perceived influence at work. The study was a longitudinal, matched before and after questionnaire study, with six construction sites within a large Swedish construction company, randomly assigned to the intervention or the comparison group. Contrary to expectations, the intervention group reported a decrease in safety climate, while this increased in the comparison group. Perceived influence at work showed a tendency to decrease at the interventions sites. Frequent work preparation meetings may provide ample opportunity for obtaining perceptual safety climate cues. But the effect is dependent on how these meetings are performed, and what priorities are little is known about the role of occupational safety climate in a broader organisational context, its antecedents and the mechanisms for how it may impact safety outcomes. This study used a prospective longitudinal multi-level study design to examine the cause and effect relationships between psychosocial conditions, safety climate, and safety behaviour. Data were collected by means of questionnaires from 289 employees in 43 units at four occasions during a period of 21 months of the construction of a road tunnel. Data were analysed using two approaches for modelling change; an autoregressive latent variable model and a multi-level growth curve model. Results showed that individual perceptions of safety climate exerted a causal effect on individual safety behaviour, but we also found some evidence of a reversed relationship, where safety behaviour influenced safety climate. Furthermore, we found that work unit average perceptions of safety climate predicted the growth of the individual safety behaviour but this influence was mediated by the individual’s perception of the safety climate. The results also indicate that supportive psychosocial conditions within an organisation influence individual safety perceptions but do not per se have an impact on safety behaviour. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di alam terbuka tentunya sangat dipengaruhi oleh cuaca. Misalnya saja pekerjaan konstruksi jalan dan pekerjaan konstruksi bangunan. Saat cuaca cerah, pekerjaan akan berjalan dengan lancar. Sebaliknya, ketika cuaca sedang buruk maka pekerjaan-pekerjaan pun akan terhambat, tidak maksimal dan berjalan tidak sesuai rencana. Nah, karena itu informasi mengenai prediksi cuaca sangat penting dalam melaksanakan proyek-proyek tersebut. Prediksi Cuaca dan Perencanaan Proyek Berkaitan dengan prediksi cuaca, perencanaan pengerjaan sebuah proyek dibagi ke dalam tiga bagian yakni pengerjaan jangka panjang, pengerjaan jangka menengah, dan pengerjaan jangka pendek. Sebaiknya proyek dengan pengerjaan jangka panjang dan pengerjaan jangka pendek dimulai di akhir musim penghujan atau pada masa peralihan antara musim hujan dan musim kemarau yakni sekitar bulan April-Mei. Misalnya saja pada proyek pengerjaan tanah atau pondasi yang biasanya mengawali sebuah proyek. Pekerjaan ini sangat dipengaruhi oleh cuaca. Pekerjaan ini bisa tergolong sebagai pekerjaan jangka panjang atau bisa juga termasuk pekerjaan jangka pendek. Jika dikerjakan di akhir musim penghujan atau pada masa peralihan, maka diharapkan pekerjaan ini bisa lebih lancar dan cepat diselesaikan. Cuaca yang mendukung membuat pengerjaan tanah dan pondasi nyaris tanpa hambatan dan bisa diselesaikan sesuai perencanaan waktu. Contoh lainnya adalah pada proyek pengerjaan gedung. Pekerjaan membangun dinding sebaiknya dilakukan sebelum musim penghujan tiba. Jika dilakukan pada musim penghujan, tidak saja pengerjaannya akan berjalan lambat tetapi juga kualitas dinding menjadi kurang baik. Dinding akan menjadi lembab karena curah hujan yang tinggi sehingga akan berpengaruh pada proses pengecatan. Pada proyek jangka pendek, pekerjaan bisa dilakukan pada musim penghujan tetapi dengan memanfaatkan masa kering yang terjadi pada musim hujan. Pada masa kering ini curah hujan tidak lagi tinggi sehingga tidak begitu menghambat pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan. Prediksi cuaca secara lengkap bisa menggunakan prediksi yang dikeluarkan oleh BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, sebuah lembaga pemerintah yang bertugas melaksanakan pekerjaan-pekerjaan di bidang meteorologi, klimatologi dan geofisika. Skala waktu prediksi cuaca BMKG mulai dari prediksi harian sampai 6 bulan. Prediksi dari BMKG ini bisa digunakan dalam merencanakan keseluruhan jangka waktu proyek, baik perencanaan kerja harian, mingguan dan bulanan. Pada proyek dengan jangka waktu yang panjang acapkali harus melalui pengulangan musim, misalnya saja proyek pembangunan bandara atau proyek pembangunan jalan tol yang membutuhkan waktu hingga beberapa tahun. Proyek jangka panjang seperti ini perlu melakukan perencanaan dengan memperhatikan prediksi cuaca secara cermat. Hal ini untuk menghindari keterlambatan pelaksanaan tahapan demi tahapan pengerjaan. Proyek konstruksi memang menjadi salah satu proyek yang sangat kompleks dalam pengerjaannya. Dalam proyek konstruksi, ada begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, tingkat kesulitan tiap tahap pekerjaan terbilang tinggi, melibatkan banyak sumber daya, melibatkan banyak pihak terkait, resiko yang tinggi, serta aspek ketidakpastian yang tinggi pula. Persiapan Pelaksanaan Proyek Terkait Prediksi Cuaca Proyek-proyek jangka pendek yang bisa dikerjakan pada musim penghujan tentunya memiliki sejumlah tantangan yang harus disiasati. Pihak kontraktor tentu harus bekerja keras untuk menemukan solusi dalam mengatasi rendahnya produktivitas pekerja saat musim hujan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kondisi cuaca yang buruk antara lain Mempersiapkan tenda khusus, misalnya saja untuk peralatan, material dan juga untuk para pekerja Pemasangan terpal pada area-area kerja tertentu yang dikuatirkan rusak atau membahayakan jika terkena hujan Mempersiapkan mantel hujan untuk para pekerja Menyiapkan lampu pijar dan blower fan untuk membantu proses pengeringan bagian-bagian proyek yang harus kering. Pemasangan penangkal petir demi melindungi para pekerja Pembuatan saluran drainase sementara dan melengkapinya dengan pompa air Penguatan jalan masuk menuju ke lokasi pengerjaan proyek supaya lalu lintas pekerja dan material tidak terhambat Jika perlu ditambahkan lapis kedap air pada area proyek tertentu Melakukan modifikasi, misalnya dengan mempercepat pemasangan atap pada proyek pembangunan gedung. Tentunya masih ada beberapa antisipasi lain yang bisa dilakukan agar produktivitas kerja di musim hujan menjadi lebih maksimal. Antisipasi ini pastinya disesuaikan dengan jenis proyek yang dikerjakan dan juga lokasi proyek. Pertimbangkan pula mengenai pengiriman material atau peralatan kerja. Jika material atau peralatan kerja berasal dari luar negeri atau luar pulau, maka sangat penting untuk mengamati prediksi cuaca di wilayah tersebut. Cuaca yang buruk tentunya akan menghambat proses pengiriman. Misalnya saja jika pengiriman dilakukan melalui laut. Dari penjelasan ini bisa disimpulkan bahwa memperhatikan prediksi cuaca sangatlah penting dalam pengerjaan proyek-proyek terutama proyek-proyek di alam terbuka. Dengan mencermati prediksi cuaca diharapkan pengerjaan proyek bisa berjalan sesuai dengan perencanaan dan tentunya bisa mengantisipasi jika harus berhadapan dengan kondisi cuaca yang kurang mendukung. JawabanKarena jika iklim dan cuaca buruk maka pekerjaan konstruksi akan ikut terlambat namun sebaliknya jika iklim dan cuaca baik maka pekerjaan konstruksi akan cepat selesai PenjelasanJadiin jawaban tercerdas y ak butuh soalnya Jng lupa follow kalau aku follow follow aku ya JawabanMempengaruhi kondisi tanah yang menyebabkan tanah tidak stabilPenjelasanJadikan jawaban terbaik / Jawaban tercedas " No Maksa"SEMOGA BERMANFAATYou have to be enthusiastic, even if you just study at homeJangan lupa untuk follow ya teman-teman Faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena...... 1. Faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena...... 2. Faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena3. faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena​4. faktor cuaca iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena​5. sebutkan faktor - faktor cuaca dan iklim?6. Faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan kontruksi karena​7. faktor yang mempengaruhi iklim dan cuaca8. cuaca dan iklim tidak dibentuk oleh faktor​9. bagaimana sistematikanya dalam menentukan perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu dan sering berubah-ubah?​10. apa saja faktor yang memengaruhi iklim dan cuaca?11. cuaca dan iklim tidak di bentuk oleh faktor​12. faktor-faktor cuaca/iklim?13. Bagaimana caranya dalam menentukan perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu dan berubah-ubah​14. Faktor-faktor pembentukan cuaca dan iklim !15. Faktor cuaca iklim turut menentukan pada pekerjaan kontruksi karena? Jwb yg bener donk Soalnya jawabanya ngk ad di buku16. sebutkan 4 unsur cuaca yang sangat menentukan jenis cuaca iklim kecil dan iklim besar17. bagaimana awan dapat menentukan cuaca dan iklim suatu daerah​18. faktor-faktor pembentukan cuaca dan iklim...19. Apakah faktor yang mempengaruhi iklim dan cuaca 20. Cuaca dan iklim tidak dibentuk oleh faktor 1. Faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena...... Jawabankarena jika cuaca mendukung seperti panas atau sejuk kegiatan konstruksi dapat dilakukan dengan baik namu jika cuaca dan iklim tidak mendukung seperti saat musim hujan makan pekerjaan akan terkendalamaaf kalau salah 2. Faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karenaJawabankarena jika iklim dan cuaca buruk maka pekerjaan konstruksi akan ikut terlambat namun sebaliknya jika iklim dan cuaca baik maka pekerjaan konstruksi akan cepat selesai 3. faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena​Jawabankarena pekerjaan konstruksi menghasilkan banyak polusi dan debu Penjelasanmaaf kalo salah ╭┈┈┈┈╯ ╰┈┈┈╼ ╰┳┳╯ ╰┳┳╯ ╰┈┈╯ ╭━━━━━╼ 4. faktor cuaca iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena​JawabanFaktor cuaca ternyata juga berpengaruh terhadap Pekerjaan konstruksi, Mengapa demikian? KarenaIklimBerupaMusimHujanyangberlebihandapat mengakibatkanstruktur tanahmenjadibasahdan tidaklabilyangmengakibatkanTanahbisasajabergeserkapansajadanituberdampakburukkepadaRumahdisekitarnyaSemoga bermanfaat dan membantu ya kak.. 5. sebutkan faktor - faktor cuaca dan iklim? Faktor2 yang memengaruhi cuaca dan iklim 1 suhu.2 tekanan udara.3 Angin.4 Kelembapan udara.5 Curah hujan.^^glad to help^^temperatur dan suhutekanan udarakelembaban udaraangincurah anginarah dan kecepatan angin 6. Faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan kontruksi karena​JawabanKarena jika iklim dan cuaca buruk maka pekerjaan konstruksi akan ikut terlambat namun sebaliknya jika iklim dan cuaca baik maka pekerjaan konstruksi akan cepat selesai PenjelasanJadiin jawaban tercerdas y ak butuh soalnya Jng lupa follow JawabanMempengaruhi kondisi tanah yang menyebabkan tanah tidak stabilPenjelasanJadikanjawaban terbaik/Jawabantercedas"NoMaksa"SEMOGA BERMANFAATYou have to be enthusiastic, even if you just study at homeJangan lupa untuk follow ya teman-teman 7. faktor yang mempengaruhi iklim dan cuaca Suhu, kelembapan, dan letak geografis. Maap kalo salah & sedikit jwbannya 8. cuaca dan iklim tidak dibentuk oleh faktor​bentuk atau relief permukaan bumi .YOYOYOYOYOYOAHHAAPAKABARSuhu udara, letak astronomis, relief/ketinggian tempat, kondisi geografis lautan/pegunungan, cahaya matahari, pergerakan anginJaganlupalikekomenandfollowmybrainlyiniyaa 9. bagaimana sistematikanya dalam menentukan perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu dan sering berubah-ubah?​Jawabanmelewati garis khatulistiwa atau tidak?.Penjelasanjika negara tersebut melewati garis khatulistiwa maka beriklim tropis. sedangkan jika negara itu tidak melewati garis khatulistiwa maka negara tersebut beriklim KALAU SLH JADIKAN YG TERBAIK 10. apa saja faktor yang memengaruhi iklim dan cuaca? Suhu, ketinggian tempat, arah mata angin, tekanan udaraletak geografi daerah tsb, juga kepedulian org2 dhn lingkungannya, curah hujan, n tekanan udar, ketingguan, dll. 11. cuaca dan iklim tidak di bentuk oleh faktor​faktor alammaaf kalo salah 12. faktor-faktor cuaca/iklim? suhu, curah hujan, lamanya penyinaran matahari, kemiringan sudut datang sinar antara cuaca dengan iklim tidaklah jauh berbeda. Karena, cuaca adalah keadaan udara dalam wilayah yang sempit dan dalam waktu yang singkat. Sedangkan iklim adalah kumpulan informasi dari cuaca yang pada akhirnya memberikan informasi mengenai keadaan rata-rata cuaca dalam waktu satu tahun. berikut faktor cuaca/ iklim 1. letak garis lintang2. letak tinggi tempat3. pengaruh daratan yang luas4. lokasi daerah seperti dekat laut, dekat danau, dan daerah padang daerah pegunungan6. suhu udara dan awan7. banyak sedikitnya curah hujan8. pengaruh arus laut10. pengaruh topografi dan vegetasi11. kelembapan udara dan awan. 13. Bagaimana caranya dalam menentukan perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu dan berubah-ubah​Jawabanmelewati garis khatulistiwa atau tidak?.Penjelasanjika negara tersebut melewati garis khatulistiwa maka beriklim tropis. sedangkan jika negara itu tidak melewati garis khatulistiwa maka negara tersebut beriklim subtropis 14. Faktor-faktor pembentukan cuaca dan iklim !JawabanFaktor-faktor pembentukan cuaca dan iklim pengaruhi oleh sebuah keadaan alam jika angin campur hujan maka akan terjadi badai , sebaliknya bila angin aja yang kencang akan terjadi puting beliung, intinya pembentukan cuaca dan iklim di pengaruhi oleh keadaan alam. ____________________Belajarbersamabrainly____________________Jawaban - Suhu. - Kelembapan udara. - Tekanan udara. - Angin. - Presipitasi. - membantu Jawabaniklim berpengaruh pada suatu pekerjaan 16. sebutkan 4 unsur cuaca yang sangat menentukan jenis cuaca iklim kecil dan iklim besarJawaban‱Radiasi matahari. radiasi yg dipancarkan matahari walaupun hanya sebagian kecilyg terima permukaan bumi merupakan sumber energi utama untuk peroses2 fisika at moster contohnya Suhu udara tekanan udara angin kelembapan udara awan hujan .PenjelasanJadikanjawabanygterbaikya 17. bagaimana awan dapat menentukan cuaca dan iklim suatu daerah​JawabanBerbagai bentuk dari awan membawa karakteristik cuaca yang berbeda-beda. Misalnya, awan kumulonimbus dapat menyebabkan hujan badai. Awan nimbus yang berwarna kehitaman mengakibatkan terjadinya hujan. Tutupan awan juga berpengaruh terhadap suhu suatu tempat. Tutupan awan yang sedikit menyebabkan penyinaran oleh Matahari tidak terhalangi sehingga mengakibatkan cuaca yang cerah. Atau sebaliknya, tutupan awan yang memenuhi langit menyebabkan cuaca Jadikan jawaban terbaik yaa! Salam dari OreoCaramel14"Bagaimana awan dapat menentukan cuaca dan iklim suatu daerah​ ?"Awan dapat menentukan cuaca dan iklim dapat dilihat dari beberapa faktor, yaituKeadaan awanHal tersebut karena awan dapat menghalang proses radiasi matahari, dan dapat menyebabkan terganggunya proses siklus hidrologi membentuk dan suhuPenyinaran radiasi matahari akan menyebabkan proses evaporasi yang terjadi di wilayah lautan, hal tersebut akan menyebabkan kondensasi uap air membentuk awan. Sehingga dapat disimpulkan bahwaApabila uap air yang ditampung banyak/sedikit akan dapat mempengaruhi fenomena cuaca, seperti hujan, dan fenomena iklim, akibat dari bentuk permukaan bumi yang mempunyai topografi wilayah yang berbeda.[tex]\bigstar\\boxed{\boxed{\bold{Shiba's\Solver}}}\\bigstar[/tex] 18. faktor-faktor pembentukan cuaca dan iklim... faktor pembentukan cuaca dan iklim-suhu-tekanan udara-kelembapan udara 19. Apakah faktor yang mempengaruhi iklim dan cuaca mungkin berputarnya bumi..tpi bnyak faktor yng mempenaruhi iklim dan angin, awan, suhu, kelembapan, dan sinar matahari 20. Cuaca dan iklim tidak dibentuk oleh faktorJawabana. bentuk atau relief permukaan bumib. suhu udarac. kelembapan udarad. tekanan udaraPenjelasan Abstract  Iklim merupakan faktor alam yang sangat penting bagi eksistensi arsitektur bangunan di seluruh permukaan bumi ini. Karena iklim memiliki banyak unsur di dalamnya yang sangat berpengaruh bagi kehidupan, keberlangsungan hidup manusia sehari-hari serta bermanfaat bagi penerapannya terhadap arsitektur. Bangunan yang direncanakan harus memanfaatkan matahari dan iklim sebagai sumber energi primer dan dirancang untuk mengakomodasi Perubahan Perubahan sebagai konsekwensi siklus iklim secara harian, musiman maupun tahunan dan mengalami versi cuaca yang berbeda sesuai dengan keberadaannya pada suatu garis lintang geografis tertentu di permukaan bumi ini. Perbedaan iklim yang ada di belahan bumi ini ikut mempengaruhi perbedaan karakter / ciri khas dari arsitektur bangunan masing-masing wilayah yang dibagi atas empat 4 wilayah iklim. Sehingga mengakibatkan manusia merancang bangunannya sebagai tempat hunian, aktivitas / kerja dan lain-lain harus seiring bahkan memanfaatkan kondisi alam dan iklim agar memperoleh Kenyamanan yang thermal. Iklim memiliki pengaruh yang cukup besar bagi bentuk arsitektur suatu bangunan. Bentuk bangunan di suatu wilayah tidak akan sama, sekalipun bangunan tersebut berada di dalam satu kawasan pembagian iklim. Namun, jika ditinjau secara klimatik bentuk arsitektur suatu bangunan akan sama prinsipnya untuk satu kawasan pembagian iklim. Hal ini diakibatkan karena bentuk bangunan yang seiring dengan kondisi alam, matahari, angin, cuaca bahkan iklim yang ada di wilayah tersebut. Iklim juga berpengaruh terhadap penggunaan bahan bangunan  dan berpengaruh juga terhadap penggunaan teknologi pada suatu konstruksi bangunan. Oleh sebabnya itu, teknologi produksi dalam dunia konstruksi dan material sangat berkembang dengan pesat seiring dengan berkembangnya penggunaan bahan / material suatu bangunan. Keywords Iklim, Bentuk, Bahan dan Arsitektur Bangunan

faktor cuaca dan iklim turut menentukan pada pekerjaan konstruksi karena